Monday, December 1, 2008

Pemberian Maggot sebagai Substitusi Tepung Ikan pada Ikan Lele (Clarias gariepinus) dan Nila (Oreocrmis niloticus)

Pemberian maggot sebagai sumber protein hewani untuk menggantikan peran tepung ikan telah dilakukan pada ikan lele yang mewakili kelompok ikan karnivora dan ikan nila yang mewakili ikan omnivora.

Perekayasaan ini bertujuan untuk menekan pemanfaatan tepung ikan dalam pakan ikan dengan tetap memperhatikan kecepatan pertumbuhan ikan dan efisiensi pakan.

Dalam perekayasaan ini ada 2 jenis pakan yang diujikan, yaitu pakan benih ikan lele dengan kandungan protein 41,5% dan pakan benih ikan nila dengan kandungan protein 30%. Setiap jenis pakan ikan ada 5 perlakukan komposisi maggot, yaitu pada ikan lele A = remah 100%; B = remah 75% dan maggot 25%; C = remah 100% dan maggot 75% serta E = maggot 100%. Adapun pada ikan nila AA = tepung ikan 45% dan maggot 55%; BB = tepung ikan 35% dan maggot 65%; CC = tepung ikan 25% dan maggot 75%; DD = tepung ikan 15% maggot 85% dan EE tepung ikan 5% dan maggot 95%. Tiap perlakuan pakan dilakukan pengulangan sebanyak 3 kali.

Wadah pemeliharaan berupa akuarium ukuran 60 x 40 x 40 Cm3, masing-masing sebanyak 15 buah. Jumlah ikan pada saat tebar per wadah untuk ikan lele sebanyak 50 ekor sedangkan ikan nila 100 ekor. Ukuran awal untuk ikan lele sebesar 1,3-1,4 g/ek dan ikan nila 2,15-2,18 g/ek. Jumlah pakan yang diberikan setiap hari sebanyak 5% dengan frekuensi pemberikan 3 kali, yaitu pada pukul 08.00, 12.00 dan 16.00. Selama pemeliharaan kualitas dipertahankan dalam kondisi optimal dan setiap harinya dilakukan penggantian air. Lama pengujian untuk ikan lele 35 hari dan ikan nila 28 hari.

Dari kegiatan perekayasaan ini dihasilkan sebagai berikut: pada ikan lele, untuk pertumbuhan biomas mutlak pada perlakuan A 69,58 g, B 81,29 g, C 126,61 g, D 86,43 g dan E 66,39 g; laju pertumbuhan harian (SGR) A 2,00%, B 2,24%, C 2,93%, D 2,42% dan E 2,54%; rasio konversi pakan (FCR) A 2,42, B 2,51, C 1,89, D 2,44 dan E 2,54; sedangkan derajat kelangsungan hidupnya (SR) A 88,67%, B 92%; C 91,33%, D 90% dan E 85,33%. Adapun pada ikan nila : pertumbuhan biomas mutlak AA 283 g, BB 287,4 g, CC 257,6 g, DD 247 ng dan EE 240 g; SGR AA 3,04%, BB 3,11%, CC 2,95%, DD 2,75% dan EE 2,70%; FCR AA 1,41, BB 1,32, CC 1,18, DD 1,37 dan EE 1,52; SRnya AA 100%, BB 98,33%, CC 96,67%, DD 100% dan EE 100%.

Disimpulkan pakan yang terbaik untuk ikan lele adalah perlakuan C, yitu pemberian remah 50% dan maggot 50% dan pada ikan nila yang terbaik adalah perlakuan CC, yaitu pemberian tepung ikan 25% dan maggot 75%.

Kata kunci : maggot, tepung ikan, remah, ikan lele dan ikan nila

Friday, October 17, 2008

REGENERASI BEBERAPA VARIETAS RUMPUT LAUT MELALUI KULTUR JARINGAN MENGGUNAKAN MEDIA MS (Muraishige and skoog)

Abstrak

Dalam mengantisipasi kebutuhan mendatang, kami mencoba mengadaptasikan perkembangan bioteknologi yang ditunjukkan dalam manipulasi tanaman lebih tinggi (Torrey, 1985). Teknologi ini akan menjadi kunci penjinakan ganggang laut dan transformasi mereka ke dalam tanaman olahan. Dengan menggunakan teknik ini, maka memungkinkan untuk secara vegetatif mengembangbiakkan sejumlah besar tanaman baru dari jaringan vegetatif ganggang laut yang dipilih. Ketika dipisahkan, sel ganggang laut dapat diperlakukan sebagai sel organisme tunggal untuk produksi dan seleksi mutan dan untuk menggabungkan ciri-ciri dari tanaman berbeda melalui hibridisasi somatis dan teknik pengaturan genetik lainnya (Drumond, 1933, Gleba dan Hoffman 1979, Polne-Fuller dan Gibor, 1984, 1987).

Eksplan yang digunakan diambil dari rumput laut jenis cottoni, Eksplan diambil pada bagian pangkal, tengah dan pucuk. Masing-masing eksplan akan dipotong dengan panjang sekitar 5,0 mm. Sekitar 50 potongan eksplan pada setiap bagiannya, ditempatkan dalam gelas kimia 1000 ml. Eskplan tersebut selanjutnya disterilisasi dengan cara mencucinya menggunakan 1000 ml larutan yang mengandung 1% (W/V) chlorine NaClO, 5 -7 tetes tween-20, dan digoyang 100 rpm selama 5-7 menit. Selanjutnya, eksplan dibilas lagi dengan larutan dichloroisocyanuric acid 1%, dan dibilas 6 kali dengan air steril. Setiap kali pembilasan, digoyang dengan kecepatan 100 rpm selama 5 menit. Pada media MS5PG (media MS dan vitamin MSO, sukrosa 3%, agar 0,8%, 1 mg ml-1 glutamin, dan 5 mg L-1 picloram selama 4 minggu. Selanjutnya, eksplan disubkultur pada media MS3PG (seperti kandungan media MS5PG hanya saja dengan 3 mgL-1 picloram pada suhu 28o C tanpa cahaya matahari. Subkultur dilakukan setiap 2 minggu sekali sampai terbentuk embrio. Embrio yang berwarna putih susu, bertipe torpedo atau heart-shape, dengan ukuran 1-2 mm dan diameter 0,5-1 mm dipindahkan ke media MSC (media dan vitamin MSO, sukrosa 2%, agar 0,8% dan 1 g L-1 Charcoal) selama sebulan. Selanjutnya, planlet dipindahkan ke media MS10 (media dan vitamin MSO, sukrosa 2%, agar 0,8% dan 10 mg L-1 BAP) sampai terbentuknya planlet setinggi 2-4 cm. Tahap selanjutnya, tanaman dipindahkan ke media MSOR (media dan vitamin MSO, sukrosa 2%, agar 0,8% dan NAA 1 mg L-1).


Monday, October 13, 2008

CARA PEMILIHAN INDUK ABALONE HASIL BUDIDAYA DI KJA


Kuantitas Induk dalam jumlah yang memadai merupakan salah satu kunci keberhasilan dalam suatu usaha pembenihan abalone (haliotis asinina). Hal ini dikarenakan sintasan larva abalone yang masih rendah, sehingga untuk memperoleh benih dalam jumlah yang banyak harus dilakukan pemijahan dengan frekuensi yang banyak dan berkesinambungan.

Balai Budidaya Laut Lombok tidak lagi tergantung dengan induk yang berasal dari alam, teknologi budidaya abalone di karamba jaring apung mampu menyuplai induk untuk dipijahkan dalam skala laboratorium.

Kualitas dari induk budidaya tidak kalah dengan induk yang berasal dari alam, dengan keberhasilan ini balai budidaya laut lombok mampu melakukan pemijahan secara kontinyu dan berkesinambungan

Berikut ini adalah beberapa petunjuk yang dapat digunakan dalam melakukan pemilihan induk abalone hasil budidaya di karamba jaring apung.

  1. Ukuran Induk.

Abalone (Haliotis asinina) mulai dewasa pada ukuran (panjang cangkang) 3cm. Sehingga pastikan abalone yang akan kita gunakan sebagai induk memiliki panjang cangkang minimal 7cm. Semakin besar ukuran induk yang kita gunakan akan semakin baik karena fekunditasnya juga semakin tinggi.

  1. Membedakan jenis kelamin induk

Jenis kelamin induk harus diperhatikan karena dalam kegiatan pemijahan diperlukan jumlah induk betina yang lebih banyak (perbandingan 2:1). Pastikan induk dalam kondisi yang benar-benar matang gonad

Kelamin abalone dapat ditentukan dengan melihat warna gonadnya. Bagian gonad sendiri dapat dilihat dengan cara mengangkat cangkang bagian bawah.

Induk jantan : Warna gonad gading kecoklatan atau kuning kemerahan

Induk betina : Warna gonad, hijau kebiruan.

  1. Memilih Induk Yang Sehat.

Induk sehat adalah syarat mutlak dalam kegiatan pemeliharaan induk dan pemijahan abalone. Induk hasil tangkapan dikatakan sehat bila:

a) Tidak cacat/terluka

Dalam pengambilan abalone terkadang kita tidak memperhatikan letak dan posisi menempel sehingga sering kali mengakibatkan luka pada induk yang akan kita pijahkan untuk itu perlu adanya langkah- langkah sebelum dilakukan pemijahan yaitu:

Untuk itu beberapa langkah yang dilakukan antara lain:

- Perhatikan dan amati induk yang akan diambil satu-persatu;

- Amati dan raba bagian cangkangnya karena terkadang ada retakan yang tidak terlihat;

- Tarik cangkang secara perlahan untuk mengetahui kekuatan ototnya, Cangkang yang mudah direnggangkan dengan bagian tubuh menandakan adanya kerusakan otot;

- Perhatikan secara seksama seluruh bagian tubuh abalone untuk mengetahui ada tidaknya luka akibat penangkapan. Luka-luka itu biasanya berupa goresan berwarna putih atau luka robek pada bagian yang menempel dengan cangkang;

- Teliti juga bagian gonadnya, karena bagian tersebut sering luka/robek akibat terkait.


b) Dapat melekat dengan kuat dan aktif bergerak

Abalone yang baru diambil dari KJA biasanya dalam keadaan lemah/pingsan karena cara pengangkutan yang tidak benar. Tidak jarang abalone yang tidak cacat/luka tetapi tidak dapat diambil sebagai induk karena kondisinya yang terlalu lemah. Oleh karena itu dalam pemilihan induk diperlukan langkah-langkah sebagai berikut:

- Sediakan wadah berisi air laut dan airator di tempat penampung abalone;

- Masukan induk yang tidak luka/cacat (hasil seleksi pertama) kedalam wadah berisi air laut. Biarkan selama beberapa menit sampai kondisi induk benar-benar pulih;

- Pilih induk yang dapat menempel dengan kuat dan bergerak secara aktif. Induk yang tidak bergerak atau tidak menempel secara kuat berarti kondisinya terlalu lemah.

mudah-mudahan tulisan ini bisa sedikit membantu untuk melakukan seleksi induk abalone khususnya untuk induk budidaya. amin

Friday, October 10, 2008

STUDI PENDAHULUAN PENGGUNAAN TEKNIK KULTUR JARINGAN DALAM PEMBIBITAN RUMPUT LAUT


Abstraksi

Salah satu komoditas yang memiliki nilai ekonomis penting dan merupakan komoditas unggulan untuk meningkatkan devisa negara, serta dapat meningkatkan inkam bagi masyarakat khususnya masyarakat pesisir pantai adalah rumput laut. Potensi pengembangan budidaya rumput laut di kawasan Indonesia masih sangat terbuka lebar, akan tetapi hasil produksi yang kita hasilkan belum sebanding dengan potensi yang ada, salah satu faktor penyebab permasalahan tersebut antara lain adalah ketersediaan bibit yang sangat kurang. Perlunya metode pembibitan yang baik sehingga tidak menggantungkan bibit dari alam.

Penggunaan teknik kultur jaringan dalam pembibitan rumput laut ini diharapkan mampu menghasilkan bibit yang berkualitas dalam skala massal dan dalam waktu yang relatif singkat, untuk memenuhi ketersediaan bibit tanpa dibatasi siklus musiman, menemukan teknik kultur jaringan yang adaptif dan efisien, sehingga dapat dilakukan oleh seluruh lapisan. Studi pendahuluan teknik kultur jaringan ini mulai dilaksanakan pada bulan juni 2004 di laboratorium kultur jaringan Loka Budidaya Laut Lombok.

Dalam studi pendahuluan kultur jaringan ini dilakukankan dengan menggunakan metode metode padat (solid Method) yaitu metode yang menggunakan media agar dengan komposisi bacto agar 0.8 % dari total air, dan diformulasikan dengan pupuk conway 4 ppm dengan ketebalan 5 mm. Setelah itu dilanjutkan dengan metode cair (liquid method) yaitu metode yang menggunakan air laut dengan salinitas 29-33 promil yang di formulasikan dengan puppuk ZA, UREA dan TSP dengan tempat media yaitu botol kaca kapasitas 2.5 liter.

Hasil dari studi pendahuluan teknik kultur jaringan ini merupakan tahapan untuk diaplikasikan dalam laboratorium kultur jaringan Loka Budidaya Laut Lombok, dan diharapkan mampu untuk menegasikan bahwa bibit rumput laut yang unggul hanya bisa didapatkan dari pembibitan dari alam.

lebih lanjut contak kami